Samanto Asal Nganjuk Mengaku Dibuang Anaknya di Surabaya Saat Malam Takbir

Samanto (kiri) saat menunggu makan sore ditemani perawat dan temannya sesama penghuni Griya Werda, kelolaan Dinas Sosial Kota Surabaya.

Suasana Griya Werda, Panti Jompo kelolahan Dinas Sosial Kota Surabaya, pada Lebaran H+2 kali ini, Jumat (8/7/2016), terlihat sepi seperti hari-hari lainnya.

Panti jompo yang terletak di jalan Medokan Asri Barat X yang merawat 75 lansia ini, kini memiliki anggota baru bernama Samanto.
Samanto yang mengaku berasal dari Brebeg, Nganjuk ini ditemukan oleh Satpol PP Kota Surabaya pada malam takbir lalu, di sebuah pinggiran jalan di salah satu sudut Kota Surabaya.
Samanto mengatakan, waktu itu anaknya yang sulung mengajak dirinya pergi, tanpa alasan yang jelas hendak kemana. Saat ditanya oleh Samanto, anaknya hanya menyuruhnya diam.
"Saya waktu itu tanya mau kemana ini, dia hanya marah-marah dan menyuruh saya diam. Tahu-tahu saya disuruh turun di pinggir jalan, dan mobilnya meninggalkan saya begitu saja," ujar pria yang memiliki penyakit stroke selama bertahun-tahun ini.

Samanto menceritakan, memang perlakuan anaknya yang sulung kepadanya tidak baik, sejak dirinya mengidap penyakit dan sudah tidak bisa beraktifitas lagi.
Tidak hanya pada dirinya, pada istrinya pun, yang merupakan ibu kandung, juga diperlakukan secara kejam.

"Saya nggak tega, mak'e (istrinya) juga diinjak-injak sama anak saya, saya bilang, nduk kamu nggak baik begitu sama orang tuamu sendiri, itu dosa," ujar Samanto yang enggan mengatakan siapa nama anaknya tersebut.

Samanto juga menceritakan, oleh anaknya itu pula ia dipisahkan dengan istrinya yang kini ia tidak tahu keberadaannya.
"Saya rindu mak'e. Saya tidak tahu di mana dia sekarang, disuruh pergi sama anak saya juga. Saya sempat bilang ke dia (anaknya) kalau saya sama ibunya punya salah, mohon dimaafkan, bilang juga sama suamimu, kami minta maaf," ujar Samanto dengan berlinang air mata.

Berulang kali saat diwawancarai Samanto mengatakan ingin pulang ke kampungnya.
"Sirna sudah harapan saya untuk berlebaran dengan anak dan cucu. Saya merindukan momen sungkeman, merasakan suasana lebaran bersama keluarga, tapi saya malah dibuang," ucap Samanto.
Pria yang memakai kopyah putih ini kembali teringat manakala putrinya yang memperlakukan tidak baik, masih tumbuh menjadi gadis kecilnya.

"Dulu meskipun kami pas-pasan dengan gaji saya yang hanya petugas keamanan pabrik makanan ternak, saya belikan dia sepeda, dia senang. Saat dia sakit, saya dan ibunya sibuk ke rumah sakit mengurus dia, dan saat ia menangis saya gendong menggunakan jarik (selendang) saya dekap agar dia tenang," ujar Samanto sambil kembali berlinang air mata.

Saat dirinya sakit, anaknya menyuruh Samanto hanya berdiam dalam rumah.
"Dia malu lihat saya keadaan begini, malu dengan tetangga, malu dengan temannya. Kalau adiknya baik kepada kami (orang tuanya), tapi ia cuma buruh tidak bisa membantu kami. Memang anak saya yang pertama itu sekarang sudah menjadi istri pemborong di Nganjuk, ya saya nurut tetap didalam kamar saja," papar Samanto.

Saat dirinya sakit, hanya keponakannya yang merawatnya.
"Tidak hanya pada kami orang tuanya, pada mertuanya pun dia kurang baik," ucap Samanto.
Sambil matanya menerawang, Samanto mengatakan jauh di dalam lubuk hatinya, ia sudah memaafkan anaknya.

"Saya selalu mendoakan dia. Saya rela hanya di dalam kamar saja, asalkan dia mau menjemput saya di sini, saya ingin pulang berkumpul bersama cucu-cucu di rumah, saya ingin pulang," ujar Samanto sambil menangis.




Sumber : Harian Surya

0 Response to "Samanto Asal Nganjuk Mengaku Dibuang Anaknya di Surabaya Saat Malam Takbir"

Posting Komentar